Riwayat Taman Nasional Bali Barat
(TNBB) dimulai sejak tanggal 24 Maret 1911, ketika seorang ahli biologi dari
Jerman, Dr. Baron Stressman, mendarat di sekitar wilayah Singaraja karena kapal
Ekspedisi Maluku II yang ditumpanginya mengalami kerusakan. Baron Stressman
tinggal di wilayah ini selama tiga bulan. Melalui penelitian yang tak
disengaja, Baron Stressman menemukan spesies burung endemik yang langka, yaitu
jalak bali (leucopsar rothschildi) di Desa Bubunan, sekitar 50 km dari
Singaraja.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Dr. Baron Viktor von Plesen, yang menyimpulkan bahwa penyebaran Jalak Bali
hanya meliputi Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk, yaitu seluas + 320 km2.
Oleh karena populasi jalak bali ketika itu terbilang langka, maka pada tahun
1928 sejumlah 5 ekor jalak bali dibawa ke Inggris dan berhasil dikembangbiakkan
pada tahun 1931. Kemudian pada tahun 1962, Kebun Binatang Sandiego di Amerika
Serikat juga dikabarkan telah mengembangbiakkan burung ini.
Selain jalak bali, hewan langka lainnya
yang hidup di taman nasional ini adalah harimau bali. Untuk melindungi
hewan-hewan langka tersebut, maka Dewan Raja-raja di Bali mengeluarkan SK No.
E/I/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947 yang menetapkan kawasan Hutan Banyuwedang
dengan luas 19.365,6 ha sebagai Taman Pelindung Alam (Natuur Park) yang
statusnya sama dengan suaka marga satwa.
Setelah Indonesia merdeka, melalui SK
Menteri Pertanian No. 169/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978, kawasan yang
terdiri dari Suaka Margasatwa Bali Barat, Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau
Kalong, serta Pulau Gadung ditetapkan sebagai Suaka Alam Bali Barat dengan luas
keseluruhan 19.558,8 ha. Pada tahun 1984, Suaka Alam Bali Barat tersebut
ditetapkan sebagai Taman Nasional Bali Barat dengan luas wilayah 19.558,8 ha.
Namun, karena sebagian kawasan taman nasional ini (3.979,91 ha) merupakan
kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang menjadi kewenangan Dinas Kehutanan,
maka melalui SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September
1995, luas taman nasional hanya menjadi 19.002,89 ha, terdiri dari 15.587,89 ha
wilayah daratan dan 3.415 ha wilayah perairan.
Taman Nasional Bali Barat memiliki
jenis ekosistem yang unik, yaitu perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem
laut. Di kawasan ini, wisatawan dapat menjelajahi ekosistem daratan (hutan),
mulai dari hutan musim, hutan hujan dataran rendah, savana, hingga hutan
pantai. Sementara pada ekosistem perairan (laut), wisatawan dapat menyaksikan
hijaunya hutan mangrove, keelokan pantai, ekosistem coral, padang lamun, serta
perairan laut dangkal dan dalam.
Memasuki kawasan hutan, maka wisatawan
dapat menjumpai sekitar 175 jenis tumbuhan, 14 jenis di antaranya terbilang
langka, antara lain bayur (pterospermum diversifolium), ketangi (lagerstroemia
speciosa), burahol (steleochocarpus burahol), cendana (santalum
album), sonokeling (dalbergia latifolia), dan lain-lain. Selain itu,
wisatawan juga dapat melihat langsung aneka jenis satwa yang hidup bebas di
taman nasional ini, seperti burung jalak bali (leucopsar rothschildi)
yang merupakan hewan endemik dan langka, burung ibis putih kepala hitam (threskiornis
melanocephalus), kijang (muntiacus muntjak), trenggiling (manis
javanicus), landak (hystric brachyura), serta kancil (tragulus
javanicus). Sementara jenis fauna yang terkenal di perairan taman nasional
ini adalah ikan hiu (carcharodon carcharias), ikan bendera (plateak
pinnatus), serta kima raksasa (tridacna gigas). Kekayaan bawah laut
lainnya adalah berbagai jenis terumbu karang yang sangat bervariasi. Pendataan
yang dilakukan tahun 1998 menunjukkan, terdapat 110 spesies karang dalam 18
familia, termasuk 22 jenis di antaranya spesies karang jamur (mushroom coral).
Selain menikmati ekosistem daratan dan
perairan, wisatawan juga dapat menjelajahi pulau-pulau kecil yang menjadi
bagian dari Taman Nasional Bali Barat, antara lain Pulau Menjangan, Pulau
Gadung, Pulau Burung, serta Pulau Kalong. Pulau Menjangan merupakan salah satu
pulau favorit yang kerap dikunjungi oleh wisatawan. Pulau dengan luas sekitar
6.000 ha ini merupakan habitat menjangan atau rusa (cervus timorensi).
Tak hanya itu, wisatawan juga dapat menyelam di perairan di sekitar Pulau
Menjangan untuk melihat gugusan karang yang indah dengan jenis ikan karang yang
beragam.
Selain menikmati keindahan alam dan
binatang liar, wisatawan juga dapat melakukan wisata ziarah ke makam Mbah
Temon, yaitu petilasan yang ditemukan oleh sesepuh masyarakat sekitar bernama
Mat Yamin pada tahun 1954. Dinamai Mbah Temon karena petilasan ini baru ditemukan
(temu atau ketemu) setelah Mat Yamin melakukan olah semedi.
Petilasan lainnya yang cukup melegenda adalah makam I Wayan Jayaprana.
Jayaprana adalah seorang pemuda tampan yang dalam Babad Bali dikisahkan telah
dibunuh oleh Patih Sawunggaling, utusan Raja Kalianget, karena sang raja
menginginkan istri Jayaprana yang cantik jelita, Ni Nyoman Layonsari.
Wilayah TNBB terbentang di dua
kabupaten, yaitu Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, dan Kecamatan Gerokgak,
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Indonesia.
Taman Nasional Bali Barat mudah dicapai
baik dari Kota Denpasar maupun dari Pelabuhan Gilimanuk. Hal ini karena lokasi
taman nasional ini dilalui oleh jalan raya Gilimanuk—Negara maupun jalan raya
Gilimanuk—Singaraja. Untuk menuju lokasi, wisatawan dapat menggunakan mobil
pribadi atau menggunakan kendaraan umum (bus, taksi, atau carter mobil).
Untuk memudahkan perjalanan wisata,
maka wisatawan dapat mencapai Taman Nasional Bali Barat dengan dua alternatif.
Pertama, apabila memulai perjalanan dari Pelabuhan Gilimanuk, maka wisatawan
dapat mengunjungi Kantor Balai Taman Nasional Bali Barat yang berlokasi di Desa
Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Kantor ini berjarak sekitar
200 km dari Kota Denpasar. Alternatif kedua, apabila wisatawan berangkat dari
arah Kota Denpasar atau khusus ingin mengunjungi Pulau Menjangan, maka ada
baiknya untuk memulainya dari Teluk Labuhan Lalang. Dari Labuhan/Dermaga Lalang
wisatawan dapat dengan mudah menuju Pulau Menjangan atau pulau-pulau kecil
lainnya.
Taman Nasional Bali Barat memiliki
berbagai macam akomodasi dan fasilitas, antara lain pemandu wisata (guide),
pondok jaga, pondok wisata (untuk istirahat wisatawan), menara pandang, jalan
setapak untuk memudahkan penjelajahan, penyewaan peralatan selam, speed
boat, dan lain-lain. Wisatawan yang ingin menyelam dengan menyewa dive
operator dikenakan biaya sekitar US$ 55 . Harga tersebut sudah termasuk
makan siang, sewa perahu, peralatan menyelam, serta ongkos transportasi.
(sebelum naik BBM)
Khusus untuk fasilitas penyeberangan ke
Pulau Menjangan, wisatawan dapat menyewa perahu dengan mesin tempel. Biaya sewa
sebesar Rp 250.000 per empat jam. Apabila ingin menambah waktu penjelajahan,
misalnya dengan menjelajahi perairan di sekitar pulau, maka dikenakan biaya
tambahan sebesar Rp 20.000 per jam (Juni 2008). Apabila wisatawan memerlukan
penginapan, di sekitar Labuhan Lalang maupun di Pelabuhan Gilimanuk banyak
terdapat penginapan baik hotel melati, resort, maupun hotel berbintang.